Tempat Ritual Para TKI Yang Ingin Sukses Kerja di Luar Negeri



TEMPAT keramat ini merupakan sebuah mata air atau masyarakat Jawa sering menyebutnya dengan nama sendang. Oleh moyang warga sekitar, mata air ini dinamakan Sendang Kali Pancur, yang jika diartikan secara harfiah Jawa berarti mata air yang mengalir layaknya sungai.
Sendang yang terletak di Kampung Gedang Anak, Ungaran, Jawa Tengah memiliki panjang sekitar 15 meter dan lebar kurang lebih 3 meter. Dengan debit airnya tak begitu banyak air dalam sendang akan mengalir keluar areal dan kemudian mengalir jadi satu ke arah sungai kecil yang melintas di kampung tersebut.
“Sendang Kali Mancur ini sudah ada sejak dahulu, sejak jaman kakek-nenek saya kecil pun sudah ada sendang ini,” cerita Mbah Darori (90) sesepuh desa Gedang Anak ini menceritakan.
Mata Air Yang Dijaga Peri Cantik
Dalam kepercayaan kultur Jawa, sebuah sendang diyakini akan memiliki kekuatan gaib. Setiap daerah tentunya akan memiliki kekuatannya yang berbeda-beda mengikuti aura yang menaunginya. Begitu juga dengan sendang yang berjarak kurang lebih 3,5 km sebelah tenggara kota Ungaran ini.
Konon, barang siapa saja orangnya yang mandi di sendang ini, maka dipercaya akan mendapat kelancaran dalam hal pekerjaan “Memang ada yang meyakini seperti itu, saya sendiri juga pernah dengar. Bahkan, warga di sini juga ada yang sukses bekerja setelah sebelumnya mandi dahulu di Sendang Kali Pancur,” kata Mbah Darori.
Maka tak heran jika sendang yang kedalaman airnya setinggi lutut orang dewasa atau sekitar setengah meter ini kemudian menjadi tempat yang acap disambangi oleh para orang pencari kerja, sebelum dirinya pergi mengadu nasib ke rantau termasuk para tenaga kerja Indonesia (TKI) sebelum berangkat ke luar negeri.
Diterangkan kakek berusia hampir seabad ini, ritual yang dilakukan di sendang keramat ini pun tidaklah sulit untuk dijalani, tak perlu membawa berkat sesaji maupun dupa atau kemenyan. Hanya dengan sekedar mandi di Sendang Kali Pancur dan berbekal niat yang tulus serta benar-benar niat mulia untuk bekerja, maka itu saja sudah cukup.
“Jika mau mandi di Sendang Kali Pancur ini jangan pernah punya niatan yang tidak baik atau hanya sekedar ingin main-main saja. Jika itu dilakukan malah akan buruk akibatnya,” imbuhnya meyakinkan.
Diyakini, peri cantik penunggu Sendang Kali Pancur tak menyukai permohonan yang buruk atau bertentangan dengan norma-norma umum, minta pesugihan misalnya. Singkatnya, niat kotor serta tujuan yang kurang baik adalah hal yang menjadi pantangan untuk dilakukan di tempat ini.
Murknya sang gaib penunggu Sendang Kali Pancur pun bisa berupa petaka yang ringan sampai yang berat sekalipun. Dari yang hanya akan mengalami kecelakaan kecil seperti tersandung bebatuan di sekitar sendang, bahkan sampai kepada sakit tak kunjung sembuh yang berujung pada kematian pun bisa terjadi jika pantangan tersebut dilanggar.
Namun, bagi mereka yang niatnya tulus iklas, maka orang tersebut akan merasakan air sendang yang berbeda dengan air yang biasa dirasakan. “Kalau orang yang ke Sendang Kali Pancur, pasti rasa airnya akan berbeda dengan air biasa. Rasanya seperti kemrenyes (segar) di badan,” unkapnya.
Ini artinya, bagi mereka yang permohonannya diterima maka peritual akan merasakan air Sendang Kali Pancur segar seperti ketika diguyurkan ke tubuh. Air terasa seperti berwaha dingin yang kemudian akan langsung menguap jika terhembus angin.
Namun jika air sendang hanya berasa tawar, tidak dingin tidak juga panas seperti air pada umumnya, itu pertanda kalau niat permohonannya belum diterima oleh penguasa peri cantik penguasa gaib Sendang Kali Pancur.
Daun Pohon Gayam dan Ramalan Musim Penghujan
Sejak keberadaannya ratusan tahun silam sampai sekarang, air Sendang Kali Pancur dikenal tidak pernah mengalami surut alias kering, walau dalam musim kemarau panjang sekalipun. “Mau musim hujan atau musim kering, airnya tetap akan segitu-segitu saja,” kata Mbah Darori.
Tak hanya Sendang Kali Pancur saja yang memiliki kekuatan gaib, lokasi sekitar dimana sendang tua ini berada juga dikenal tak kalah wingit alias angker. Sendang Kali Pancur ini terlatak tepat dibawah tiga pohon besar yang juga telah berumur ratusan tahun, diantaranya adalah dua buah pohon gayam dan satu pohon beringin.
“Dahulu sebanarnya ada banyak pohon rimbun dan besar-besar di sekitar sendang tersebut. Seiring usia pohon, satu persatu pohon pada tumbang dan mati dengan sendirinya. Namun hanya tiga pohon tersebut tersisa yang sampai saat ini belum mati atau tumbang. Sampai sekarang, tak ada orang yang berani mengusiknya atau bahkan berani menebangnya,” ceritanya.
Diantara ketiga pohon besar yang masih tersisa, kedua pohon gayam dikenal sebagai pohon yang paling angker, lantaran kedua pohon tersebut diyakini adalah istananya dari peri si penunggu gaib Sendang Kali Pancur. Dari cerita warga sekitar, banyak kejadian aneh yang sering terjadi pada pohon ini, seperti munculnya penampakan makhluk gaib seperti pocongan, genderuwo atau siluman ular raksasa, sampai suara-suara seram yang membuat bulu kuduk merinding.
Pernah juga dahulu ada anak warga sekitar kampung yang hilang, setelah dicari berhari-hari kemanapun tetap tidak ditemukan juga. Namun alehnya, tanpa dicari-cari, tahu-tahu si anak tersebut telah berada di bawah pepohonan gayam di Sendang Kali Pancur tersebut.
Ada peristiwa gaib lain yang ditunjukan dari kedua pohon gayam, inilah yang sering diyakini warga sebagai petunjuk akan gejala alam. “Daun pohon gayam yang ada di Sendang Kali Pancur itu dapat dijadikan sebagai pertanda akan datangnya hujan untuk wilayah di sini,” paparnya.
Tanda tersebut dilihat dari mulai adanya daun muda yang banyak tumbuh pada kedua pohon gayam keramat itu. Jika daun muda mulai tumbuh banyak, itu tandanya akan terjadi musim penghujan untuk wilayah sekitar sendang.
Tegasnya, walaupun wilayah Jawa Tengah dan kota sekitar Ungaran dimana pohon keramat dan sendang ini berada sudah mulai memasuki musim penghujan, namun jika daun pohon gayam yang tertanam di Sendang Kali Pancur ini belum menunjukan daun mudanya, maka bisa dipastikan wilayah kampung ini belum akan terjadi hujan.
“Daun muda pohon gayam itu adalah daun baru yang tipis, berwarna hijau muda kekuningan. Jika daun tersebut sudah mulai nampak, maka itu tandanya akan terjadi hujan. Jika daun itu belum terlihat, jangan harap akan turunnya hujan di kampung sini,” ungkapnya meyakinkan. (Ivan Aditya)

Sumber : Krjogja.com
Enhanced by Zemanta

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Hantu Nonik Belanda di Kantor Walikota Salatiga



BANGUNAN tua yang berdiri di Jalan Sukowati 51 Kota Salatiga ini dulunya merupakan kantor milik Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) Belanda. Gedung ini dikenal sangat angker serta tak jarang hantu-hantu yang telah lama berdiam di tempat ini menampakkan wujudnya, tak terkeculai hantu nonik (gadis) Belanda dengan pakaian serba putih yang sering terlihat tengah menangis di salah satu sudut gedung ini.
Kantor yang dibangun pada tahun 1757 itu kini dijadikan komplek perkantoran Walikota Salatiga. Arsitektur bangunan gaya Eropa dengan temboknya yang tebal serta atap tinggi terlihat jelas dari gedung ini.
Bangunan ini memiliki beberapa ruang yang ditempat Walikota Salatiga, Wakil Walikota dan Ataf Ahli Setda Pemkot Salatiga serta ruang beberapa staf lainnya. Tiap ruang akan dihubungkan dengan lorong terbuka yang di kiri kanannya terdapat jendela-jendela kayu arsitektur Eropa.
Para pegawai negeri sipil (PNS) yang bekerja di tempat ini mengaku sering merasakan hal-hal aneh di komplek kantor Walikota Salatiga tersebut. Tak tanggung-tanggung, hantu-hantu di tempat ini tak hanya menampakkan diri pada malam hari saja, namun siang pun juga.
Diceritakan salah seorang staf di Kantor Walikota Salatiga ini, Slamet Riyanto (45), dirinya pernah diganggu saat berada di ruang kerjanya. Tanpa ada apa-apa tiba-tiba pintu kantor membuka dan menutup sendiri, padahal saat itu tengah siang hari serta angin tak berhembus kencang. “Tidak ada angin, padahal pintu sebesar itu. Pintu buka tutup hanya saya lihat saja meski merinding sedikit,” ceritanya.
Pria yang telah berkantor di tempat ini hingga empat walikota yang menjabat juga mengaku pernah merasakan adanya penampakan ketika dirinya beserta manta Walikota Salatiga, Almarhum H Totok Mintarto. Diceritakannya, saat berdua dengan walikota di salah satu bagian kantor, tiba-tiba Totok Mintarto terhenyak kaget karena diikuti beberapa mahkluk berpostur tinggi besar seperti orang Belanda.
“Pak Totok aAlmarhum itu langsung menghampiri saya dan seperti orang kaget lantaran baru saja diikuti beberapa orang tinggi besar. Orang tersebut menghilang di dekat kamar mandi,” ujar Slamet Riyanto.
Keangkeran bangunan ini juga pernah dirasakan sendiri mantan Walikota Salatiga periode lalu, John Manuel Manoppo SH. Saat berkantor di gedung ini dirinya sering mendapat godaan dari mahkluk halus yang berseliweran di kantornya.
“Mahluk itu berwujud nonik Belanda dan berpakaian gaun seperti mau pesta. Kemudian kaca mata saya diambil dan pindah tempat. Saya biarkan saja, namanya juga mahkluk halus,” kata John.
Tak hanya itu, dilain kesempatan ketika kantor sepi tiba-tiba terdengar suara orang mandi sambil tertawa cekikian (suara perempuan). Setelah ditengok, ternyata beberapa kamar mandi dalam keadaan kosong melompong dan suara itu hilang.
“Ya memang seperti itu, tidak siang tidak malam banyak sekali gangguan-gangguan gaib. Kadang kemunculannya secara tiba-tiba dan cepat,” ungkapnya.
Keberadaan makhluk-makhluk gaib di bangunan ini bukan cerita baru bagi warga Salatiga. Kendati beberapa paranormal serta ahli supranatural telah mencoba menetralkan aura mistis di kantor tua ini, namun hal tersebut sama saja tak mampu mengusir keberadaan gaib yang telah lama mendiami gedung ini. (Edi Susanto)

Sumber : Krjogja.com
Enhanced by Zemanta

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Ritual Pesugihan Omyang Jimbe


Namaku Yogi, sebut saja begitu, umurku 52 tahun. Aku tinggal di sebuah perumahan di Jakarta Selatan bersama isteri dan dua orang putraku. Sampai penghujung tahun 2007, rumah tanggaku tak menemui masalah yang berarti. Kami hidup rukun dengan segala kebutuhan rumah tangga yang selalu bisa aku penuhi. Dua orang putraku pun bisa bersekolah dengan layak, salah satunya sudah duduk dibangku perguruan tinggi dan adiknya masih di bangku SLTP.
Tapi suatu ketika musibah datang beruntun dan langsung membuatku ambruk hingga tenggelam ke dasar lumpur kenistaan. Padahal baru saja dua bulan aku mengambil kredit di sebuah bank swasta nasional yang nilainya 700 juta rupiah. Untuk mendapatkan kredit sebesar itu, aku mengagunkan rumah yang aku tempati bersama isteri dan anak-anakku. Uang sejumlah itu aku gunakan untuk modal usaha karena aku sudah lama mendapatkan klien dari Singapura mengirim hiasan rumah tradisional.
Seperti disambar petir di siang bolong, hari itu aku mendapat kabar bahwa barang yang kupesan dari para pengrajin di Tasikmalaya tidak bisa dikirimkan. Alasan mereka belum mendapatkan bayaran sejak 3 bulan lalu. Para pengrajin itu menuntut pembayaran semua barang yang mereka kirim senilai hampir setengah milyar. Padahal aku sudah membayarkan semua hak mereka tanpa ada yang aku tunda-tunda. Pembayaran itu aku lakukan melalui kasir dan orang kepercayaanku.
Tak hanya itu, masalah lain timbul dari klienku yang di Singapura, dia menuntut aku untuk segera mengirimkan barang pesanannya. Panik bukan kepalang, di satu sisi aku harus membayar uang kepada para pengrajin di Tasikmalaya. Di sisi lain aku dituntut untuk mengirim barang ke Singapura atau kontrak yang telah kubangun akan segera diputuskan. Artinya aku akan kehilangan klien sekaligus harus membayar utang yang segunung jumlahnya.
Yah, tentu saja bukan aku tidak berusaha mencari jalan keluar. Aku sudah melaporkan penggelapan uang, penipuan dan korupsi pada Kepolisian. Tapi apa pun itu, tidak membuat usahaku lancar. Aku kehilangan klien karena ulah karyawanku yang membawa kabur uangku. Aku tak tahu ke mana harus mencarinya lagi. Alamat yang ditinggalkannya ketika melamar pekerjaan 4 tahun lalu ternyata palsu. Aku sudah menelusuri semua jejak yang pernah dia tinggalkan, tapi semua nihil.
Singkat cerita, aku benar-benar terpuruk, usahaku hancur dan rumahku disita bank karena aku tak mampu membayar hutang. Aku ngontrak di sebuah rumah petakan di Cinere. Tapi itu belum bisa membuat hidupku tenang. Karena para pengrajin di Tasikmalaya masih terus memburuku karena aku masih mempunyai hutang pada mereka sejumlah hampir 400 juta rupiah. Nyaris setiap hari aku didatangi orang yang menagih hutang ke rumah kontrakanku. Dan hampir setiap jam telepon genggamku berdering oleh orang-orang yang menagih hutang.
Keterpurukanku itu berlangsung hingga tahun 2009. Sepanjang dua tahun, hidupku benar-benar hancur, untuk mencari makan saja aku harus meminta bantuan ke mana-mana. Anak sulungku terpaksa harus berhenti kuliah karena aku tak sanggup lagi membiayainya. Isteriku setiap hari harus ikut mencari nafkah dengan berjualan gorengan dan makanan kecil di depan kontrakan. Sementara hutangku masih menggunung dan aku hanya mampu menjanjikan pada para pengrajin di Tasik, bahwa suatu hari aku pasti akan melunasi semua hutang-hutangku.
Hari itu temanku Haris memperkenalkan aku pada seorang temannya yang bernama Edi. Menurut Haris, temannya yang bernama Edi itu bisa membantu menyelesaikan masalahku dengan kekuatan gaib. Tertarik dengan hal itu, aku mengajak Haris bertemu dengan Edi di suatu tempat di bilangan Bekasi. Dan hari itu pula aku diajak Edi bertemu dengan seorang spiritualis yang bernama Wisnu. Dari mas Wisnu inilah aku diberitahu bahwa aku bisa menggelar sebuah ritual untuk mendapatkan sejumlah uang dari gaib.
Menurut Wisnu, spiritualis yang berusia sekitar 45 tahun itu, ritual menarik uang gaib ini menggunakan kekuatan keris Omyang Jimbe. Sebuah keris keramat yang umurnya sudah ratusan tahun. Di rumah Mas Wisnu, aku diperlihatkan sebuah keris yang di kepalanya berhias dua orang yang nampak sedang semedi. Itulah yang disebut Mpu Omyang Jimbe pembuat keris pusaka yang kekuatan gaibnya bisa digunakan untuk menarik uang dari alam gaib.
Aku semakin antusias karena menurut Mas Wisnu tak perlu tumbal untuk mendapatkan uang dari alam gaib itu. Meski dengan ritual yang teramat sakral tapi gaib penghuni keris itu tidak meminta tumbal pada pelaku ritual. Gaib itu hanya menuntut agar pelaku ritual itu berlaku jujur. Sebab uang yang bisa ditarik dari alam gaib itu hanya boleh dipergunakan untuk membayar hutang atau pelakunya benar-benar dalam keadaan terdesak. Selain itu jumlah uang yang bisa didapatkan pun terbatas sesuai dengan kebutuhan pelaku itu sendiri.
Yah, dengan bermodalkan keyakinan aku menghadap Mas Wisnu untuk mengadakan perjanjian ritual. Aku diminta untuk menyediakan sejumlah sesajian lengkap untuk menggelar ritual itu. Aku harus menyediakan kembang setaman lengkap dengan kemenyan dan uborampe lainnya. Kemudian aku juga diminta untuk menentukan di mana lokasi ritual itu akan digelar. Menurut Mas Wisnu, lokasi ritual itu boleh ditentukan oleh pelaku sendiri. Bisa digelar di tempat keramat atau di mana saja bahkan juga bisa digelar di rumah pelaku sendiri. Tapi karena rumah kontrakkanku terlalu sempit, maka aku memilih menggelar ritual di sebuah tempat keramat di Bogor, Jawa Barat.
Sesuai dengan kesepakatan dan perhitungan primbon Mas Wisnu, siang itu aku berangkat ke rumahnya di Bekasi, Jawa Barat. Hari itu Kamis malam Jumat, berdasarkan perhitungan Mas Wisnu, hari itu adalah hari baik untukku dan keluargaku. Aku berangkat dari rumah Mas Wisnu sekitar pukul 4 sore menuju sebuah tempat keramat di perbatasan antara Jasinga, Bogor dengan Tangerang Banten. Ritual itu sendiri baru akan digelar menjelang tengah malam.
Sesuai perhitungan, kami baru tiba di keramat itu sekitar pukul 8 malam. Setelah meminta ijin pada juru kunci, kami langsung menuju lokasi keramat untuk mengenali situasinya. Ternyata keramat ini memang nampak menyeramkan. Pohon-pohon besar berdiri tegak bagaikan raksasa yang tengah berkacak pinggang. Di bawah pohon-pohon besar itu berdiri sebuah gubuk kecil yang gelap gulita. Hanya ada sebuah lampu minyak yang kadang redup tertiup angin malam.
Beberapa saat aku ngobrol dalam gubuk itu bersama 5 orang yang ikut dalam ritual itu. Aku sendiri ditemani seorang saudaraku yang ingin ikut menyaksikan ritual itu. Selama kami ngobrol, aku merasakan banyak getaran gaib yang menyelimuti tempat keramat itu. Aku yakin tempat itu pasti dihuni oleh banyak makhluk halus yang tak kasat mata. Dan setelah ngalor ngidul kami ngobrol akhirnya waktu yang telah ditentukan untuk menggelar ritual itu pun tiba.
Pukul 11 malam, Mas Wisnu mulai memerintahkan anak buahnya untuk mempersiapkan segala sesajian yang kami bawa. Berbagai uborampe digelar dalam cungkup yang luasnya sekitar 10 meter persegi itu. Kembang setaman digelar di atas sehelai kain putih. Perapian mulai dibakar dan sesaat kemudian api mulai menyala membakar arang dalam bokor tembaga. Beberapa batang hio mulai mengepulkan asap yang baunya khas menusuk hidung. Terakhir Mas Wisnu mencabut sebuah keris yang bernama Omyang Jimbe. Keris itu berdiri tegak di atas sehelai kain putih di depan sesajian.
Ritual itu mulai digelar, aku duduk bersila di belakang Mas Wisnu. Berjejer di samping kiriku adalah saudaraku dan seorang anak buah Mas Wisnu. Lalu di samping kananaku dua orang lain yang diajak Mas Wisnu. Segala syarat perlengkapan untuk memanggil kekuatan gaib keris Omyang Jimbe telah siap digelar. Asap hio dan kemenyan pun telah mengepul sejak beberapa menit lalu. Memanggil segala jenis makhluk halus untuk memberi kekuatan pada ritual itu.
Tepat tengah malam, Mas Wisnu mulai membacakan mantera dan jampi-jampi yang aku tak mengerti. Beberapa bait mantera dan jampe-jampe dari bahasa Jawa kuno meluncur dari mulutnya. Sebelum itu Mas Wisnu juga membacakan beberapa Ayat Suci Al Qur’an, maksudnya untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan pada para peserta ritual. Sebab menurutnya di tempat seperti itu resiko gangguan makhluk halus pasti sangat besar.
Setelah pembacaan mantera itu selesai, lalu Mas Wisnu memerintahkan seorang asistennya yang masih sangat muda untuk duduk di depan sesajian itu. Sesaat kemudian asisstennya yang masih anak muda itu menutupi sebuah kardus dengan kain putih. Kemudian dia pun membacakan beberapa ayat Suci Al Qur’an sambil duduk bersila di depan sesajian dan kardus itu.
Suasana mulai terasa mencekam manakala anak muda itu usai membacakan manteranya. Bulu kuduku terasa lebih merinding dibandingkan beberapa saat lalu. Aku merasa seperti ada makhluk halus yang tengah memperhatikan gerak-gerikku. Mataku mulai melirik ke kiri dan ke kanan memperhatikan seluruh ruangan cungkup itu. Tapi tak ada apapun di sana, hanya kegelapan malam yang kulihat. Sesekali aku mendengar suara burung hantu dan binatang malam yang membuat suasana makin mengerikan. Aku yakin di situ pasti ada makhluk halus yang tengah memperhatikanku. Aku merasakan itu karena hampir seluruh bulu dalam tubuhku berdiri. Dadaku pun berdebar makin keras. Naluriku memastikan ada makhluk lain yang ikut dalam ritual itu.
Sedang diliputi rasa takut itu, tiba-tiba blaaarrrr. Kardus yang ditutup kain putih itu seperti meledak menimbulkan suara gaduh. Jantungku seperti mau copot, aku kaget bukan kepalang hingga posisi duduku berubah sedikit mundur bahkan nyaris lari lantaran kaget dan rasa takut.
“Tenang-tenang. Tidak ada apa-apa. Itu hanya sebuah pertanda bahwa ritual kita direstui gaib dan kita nyaris berhasil,” ujar Mas Wisnu manakala melihat keadaanku yang sangat ketakutan.
“Tetap konsentrasi dan jangan bertindak yang bukan-bukan,” lanjutnya.
Sesaat kemudian Mas Wisnu mengambil alih ritual dari anak muda itu. Kembali Mas Wisnu membacakan beberapa bait mantera sambil menaburkan kemenyan ke atas bokor yang arangnya masih terlihat membara merah. Tak seorang pun yang berani membuka mulut, suasana makin hening mencekam.
“Nah, ritual ini telah selesai. Mari kita lihat apa yang ada dalam kardus itu,” tiba-tiba Mas Wisnu bersuara sambil menunjuk kardus yang tertutup kain putih.
“Silahkan buka kardus itu, Mas Yogi,” tuturnya sambil menatap ke arahku. “Atau kalau sampeyan takut, biar aku saja yang membukanya,” lanjutnya melihat aku yang nampak ragu dan ketakutan.
“Silahkan, mas saja yang membukanya,” jawabku singkat.
Perlahan Mas Wisnu mulai menyingkap kain putih yang menutupi kardus itu. Dadaku masih berdebar, benakku terus bertanya-tanya apa yang ada dalam kardus kosong itu. Sesekali aku bisa melihat raut wajah Mas Wisnu yang nampak was-was. Entah apa yang ada dalam benak lelaki itu. Tapi sedetik kemudian, raut wajah Mas Wisnu nampak berubah. Ada rasa sumringah tatkala dia mulai membuka tutup kardus itu.
“Alhamdulillah, ternyata ritual kita dikabulkan. Silahkan lihat apa isi kardus ini,” tutur Mas Wisnu dengan senyum penuh kebahagiaan.
Dan betapa terkejutnya aku manakala melihat apa yang ada dalam kardus itu. Setumpuk uang pecahan seratus ribuan memenuhi kardus itu. Dengan penuh kebahagiaan dan rasa tak percaya, aku mengambil segepok uang itu. Setelah kuperhatikan, ternyata benar itu adalah uang yang selama ini aku dambakan untuk melunasi hutang-hutangku.
“Ingat Mas Yogi, pertama kali yang sampeyan lakukan dengan uang ini adalah membayar hutang. Jika hutangmu sudah lunas semua, maka sisanya boleh digunakan untuk apapun,” jelas Mas Wisnu mengingatkanku.
Yah, singkat cerita, kami pulang dengan membawa hasil yang kami harapkan. Dengan uang itu aku membayar seluruh hutangku pada para pengrajin di Tasikmalaya. Aku juga melunasi hutang-hutang kecilku pada teman-teman dan tetangga yang telah membantuku. Anehnya uang itu memang hanya cukup untuk membayar hutang. Hanya tersisa tak lebih dari 2 juta saja dari sisa pembayaran hutang-hutangku itu. Tapi syukur, aku bisa melunasi hutang-hutangku meski kini aku harus mulai kembali usahaku dari nol.

oleh: eka supriatna

 Sumber: majalah misteri

Enhanced by Zemanta

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Pemuja Ilmu Ronggo Pecuk (Tragedi)


Rumah besar di pinggir jalan raya itu, semua orang sudah tahu siapa pemiliknya. Orang-orang menyebut pemilik rumah lumayan bagus untuk ukuran desa itu mbah Dirgo. Entah itu sebutan atau nama asli sejak kecil. Yang jelas, mereka tahu bahwa mbah Dirgo adalah dukun kondang, yang pasiennya datang silih berganti, kebanyakan dari luar kota. Ada yang dari Blitar, Malang, Surabaya, Probolinggo, Trenggalek bahkan yang dari Jakarta dan luar Jawa ada juga yang datang minta bantuan mbah Dirgo.
Kemarin ada orang bertamu ke rumah mbah Dirgo. Dua orang, satu pria dan satunya lagi wanita. Mengendarai mobil merk terkenal dan keluaran tahun paling anyar. Pada salah seorang tetangga mbah Dirgo, keduanya mengaku berasal dari Semarang, Jawa Tengah.
“Benar ini kediaman mbah Dirgo?” Tanya tamu tadi kepada Lukman, tetangga dekat mbah Dirgo.
“Mbah Dirgo dukun serba bisa itu kan?” Lukman balik bertanya, ingin kepastian.
“Betul.”
“Kalau itu yang sampeyan cari, rumah mbah Dirgo memang ini,” Lukman menandaskan. Lelaki dua orang anak yang sehari-harinya pedagang buah di pasar Kalitalun itu lantas mempersilahkan tamunya masuk, karena Lukman telah membantu mengetukkan pintu rumah mbah Dirgo.
“Terima kasih, pak,” ujar si tamu sambil memarkirkan mobilnya di halaman Barat rumah bercat serba kemerahan itu.
Seperti biasanya, mbah Dirgo tak terlalu lama melayani tamu dari Semarang tersebut. Ada banyak orang yang antri untuk ditangani oleh mbah Dirgo. Otomatis masing-masing tamu tak terpuji bila terlalu lama berada dalam kamar praktik mbah Dirgo yang konon sangat menyeramkan.
Menurut desas-desus yang merebak beberapa hari sesudahnya, tamu dari ibukota Jawa Tengah tempo hari itu minta jasa baik mbah Dirgo untuk melenyapkan saingan bisnisnya. Tangan mbah Dirgo yang terlalu gampang untuk membunuh dengan bantuan gaib ilmunya tersebut memang tempat sangat idel untuk keperluan itu. Buktinya, lawan bisnis Karsono, orang Semarang tadi, meninggal dunia dengan cara mengenaskan. Dulaman, musuh usaha Karsono, tertimpa batu sebesar kerbau manakala Dulaman sedang mengawasi kerja anak buahnya di sebuah pabrik pemecahan batu tak jauh dari rumahnya.
Sudah puluhan tahun mbah Dirgo memang terkenal sebagai dukun tenung. Profesi yang digelutinya secara turun temurun, paling tidak, almarhum mbah Dakip, orang tuanya dulu juga kondang sebagai dukun tenung.
Nasib baik masih selalu berada di belakang keluarganya, sebab setiap ada pihak yang mau menghabisi mbah Dirgo, dengan berbagai cara, tak ada yang pernah berhasil. Termasuk saat ramai-ramainya penculikan dukun tenung beberapa tahun silam, mbah Dirgo bisa selamat. Ilmu yang dimilikinya memang cukup ampuh dalam membentengi dirinya dari serangan orang yang tidak menyukai sepak terjangnya. Tak aneh bila lelaki berambut gondrong mirip mbah Surip itu semakin merasa tak tertandingi. Enath sudah berapa orang yang mati secara gaib lewat tangannya, hanya dirinya dan Allah saja yang mengetahui jumlah pastinya.
Sebagai seorang dukun senior, materi yang dikumpulkan dari uang kasih para pasiennya lumayan banyak. Rumahnya bagus, sawah, ladang ada di berbagai tempat. Di dalam daerah tempat tinggalnya mau pun di luar daerah. Jumlahnya bisa puluhan hektar plus tabungan di bank yang cukup menggiurkan jika ditunjukkan kepada orang lain.
Pekerjaan mbah Dirgo yang lain adalah tukang servis dan pendongkrak daya tarik bagi wanita-wanita nakal. Bila seorang wanita yang terjun di dunia kelam telah kurang diminati tamu langganan dan dia datang ke tempat praktek mbah Dirgo, dijamin beberapa hari kemudian wanita tadi pasti kebanjiran order. Tubuh wanita itu yang sebelumnya kusam dan tak mendatangkan selera, bisa kelihatan bahenol, sintal, cantik dan sangat mengundang birahi. Langganannya kembali datang, uang mengalir lagi. Aliran duit tersebut sebagian tentu mengarah ke rumah mbah Dirgo sebagai balas budi. Balas budi yang klimaksnya membikin kekayaan lelaki dengan dua orang isteri dan tiga orang anak tadi makin menggunung.
Untuk membuat makin tajam dan cespleng ilmunya, mbah Dirgo harus mengadakan ritual dan persembahan kepada gaib pembantunya. Diantara ritual tadi adalah meminum darah binatang, utamanya ayam berbulu hitam, berkulit legam. Orang sering menyebutnya dengan ayam cemani. Darah ayam model inilah yang pada saat-saat tertentu harus diminum olehnya. Semakin tak lalai melakukan ritual semakin ampuh dan berjaya ilmunya. Ini diyakini betul oleh mbah Dirgo selama ini.
Manusia, bagaimana juga, ada kalanya di atas, ada saatnya di bawah. Keinginan dan harapan bisa melaju terus tanpa batas, namun umur tidak akan bisa dibendung. Dari muda menjadi tua, tidak bisa dihindari. Demikian juga yang dialami mbah Dirgo. Tanpa disadari, dia sudah makin tak lincah gerak tangan, hentakan kaki dan desah nafasnya pun sudah tak berirama sempurna lagi.
“Bila aku berjalan agak jauh, rasanya seperti mau berhenti nafas ini,” keluh mbah Dirgo suatu ketika pada seorang isterinya.
“Wajar. Usia bapak kan sudah lebih tujuh puluh tahun,” sahut si isteri yang bernama Wakini itu.
“Aku berencana untuk tidak memforsir diri lagi dalam bekerja,” ujarnya dengan wajah kusut masai.
“Lalu, ilmu bapak mau dikemanakan?” Tanya Wakini sambil duduk berjajar dengan suaminya, di bawah rindangnya pohon trembesi tak jauh dari rumahnya.
“Aku telah berusaha untuk sedikit demi sedikit membuang pengaruh ilmu itu dengan mantera-mantera yang telah kuhafal.”
“Hasilnya bagaimana, pak?”
“Karena aku mempunyai banyak ilmu, perlu waktu lama untuk membuangnya satu persatu.”
“Tidak ada yang diwariskan pak?”
“Anak-anak kita tak ada yang berminat,” kata mbah Dirgo setengah mengeluh.
“Kepada orang lain, bagaimana pak?”
“Hingga saat ini belum pernah kulihat orang datang kemari untuk keperluan itu.”
“Lalu?”
“Ya. Sudah resiko kita, Wakini.” Mbah Dirgo memandang ke alam lepas. Alam yang di atas sana bergulung-gulung awan kelabu, bahkan berubah menghitam, pertanda hujan akan segera mengguyur mayapada.
Beberapa hari kemudian, mbah Dirgo jatuh sakit. Awalnya hanya pusing-pusing biasa. Realitanya rasa pusing ini semakin parah dan berganti dengan munculnya bintik-bintik merah hampir di sekujur tubuhnya. Berbagai macam cara ditempuh untuk menghalau penyakit aneh ini. Obat modern, jamu-jamu herbal dan banyak usaha lain yang ditempuh, belum juga mampu mendatangkan hasil memuaskan. Bahkan keadaan dirinya makin parah dengan tekanan darahnya yang terus melonjak tinggi.
Orang-orang yang sebelumnya berusaha membantu dengan caranya masing-masing, mulai menjauh. Mereka sudah angkat tangan. Tanpa ingin mendahului kehendak Yang Maha Kuasa, dalam hati kecil mereka sudah tertanam keyakinan bahwa mbah Dirgo tinggal menghitung hari saja sebagai penghuni bumi ini.
“Kasihan dia,” bisik seseorang yang sempat berkunjung ke rumah mbah Dirgo.
“Sejak beberapa bulan sebelumnya, kabarnya mbah Dirgo lupa mengadakan ritual minum darah ayam. Benar demikian, kang?”
“Aku kurang tahu masalah itu, Dik. Itu urusan mbah Dirgo dan keluarganya. Kita sebaiknya hanya ikut berdoa, kalau pun tidak sembuh, mudah-mudahan ada jalan lapang saja bagi perjalanan hidup mbah Dirgo selanjutnya.”
“Ya, kang. Tak baik terlalu jauh menggunjingkan kekurangan orang lain.”
“Ya.”
Saat dua orang ini hendak beranjak pulang, karena sudah lama keduanya di dalam ruangan tempat mbah Dirgo berbaring, terdengar ada rintihan keluar dari mulut dukun itu.
“Uhhhh!” Hanya itu. Kemudian, “Potongkan aku ayam dan ambil darahnya,” ujar mbah Dirgo memelas.
Seorang anaknya yang sedang menunggu di situ segera menuruti kehendak bapaknya. Seekor ayam cemani yang mungkin sudah lama dipersiapkan langsung disembelih dan darah segarnya diberikan kepada bapaknya. Mbah Dirgo segera meneguk darah yang diwadahi cangkir kecil berwarna merah muda.
Baru saja beberapa tetes darah masuk rongga mulut, mbah Dirgo menyemprotkan kembali darah itu keluar. Darah memuncrat, berhamburan ke segala arah, hingga membasahi baju dan wajah beberapa orang yang sedang membesuknya.
Sebelum orang-orang tahu apa yang musti dilakukannya, mbah Dirgo berteriak lantang dan heweeerrrrrr. Crot. Darah kental keluar dari rongga tenggorokannya. Tubuh dukun itu berputar-putar seperti ayam baru dipotong. Sebentar membujur ke arah Utara, sebentar berbalik ke Selatan. Saking menderitanya, tubuh itu seakan terlonjak-lonjak ke atas, setengah berputar dan breg, terjerembab ke dipan kayu berukir di bawahnya.
Darah kental terus termuntahkan seakan tanpa henti. Semprotan darah ada di mana-mana. Di ranjang, selimut, sekujur tubuh mbah Dirgo dan lantai di bawahnya. Ada berliter-liter darah, mungkin, sudah terkuras dari tubuh mbah Dirgo. Tak perlu hitungan tiga detik selanjutnya, tubuh itu telah memutih kehabisan darah. Mereka yang duduk di kanan kiri ranjang hanya melonggo keheranan. Mbah Dirgo telah tiada. Dia meninggal dalam kondisi yang tersiksa dan sangat mengenaskan.
Itulah sebuah kisah nyata yang terjadi di Boyolangu, Tulungagung, Jawa Timur. Kisah seorang pemilik ilmu sesat untuk menumpuk harta. Kisah ini bersumber dari seorang sahabat penulis yang menyaksikan langsung peristiwa mengenaskan ini. Semoga apa yang terjadi pada mbah Dirgo bisa menjadi peringatan bagi kita. Amin.

oleh:Dawam

(Dimuat di Majalah Misteri #495 Edisi 20 Sept- 4 Okt 2010)
Enhanced by Zemanta

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Gunung Kemukus, Tempat Ziarah Bermitos Seksual

Makam Pangeran Samudro di Gunung Kemukus, Sragen, Jawa Tengah, dianggap bertuah. Tiap hari makam ini didatangi banyak orang. Selain ziarah, Anda bisa mengukur kekuatan jantung dengan menapaki anak tangga menuju makam.
Gunung Kemukus (GK) terletak di Kabupaten Sragen. Bisa dicapai dengan menggunakan bis, naik dari terminal Tirtonadi Solo, jurusan Solo-Purwodadi, lalu turun di Barong. Dari situ, tinggal naik ojek menuju puncak bukit.
"Sekarang ini Waduk Kedungombo lagi kering. Jadi bisa langsung ke lokasi makam Pangeran Samudro. Tidak perlu menyeberang pakai perahu," kata Surti, penjaja bakso di areal parkir mobil kawasan objek wisata GK. Namun, bila datang ke sana pada musim penghujan dan air waduk sedang penuh-penuhnya, Anda harus menyeberang dengan perahu motor.
GK sendiri merupakan kompleks makam Pangeran Samudro dan ibunya, Ontrowulan. Kompleks ini tepat berada di puncak bukit setinggi 300 meter di atas permukaan laut. Kawasan ini terdiri dari bangunan utama berbentuk rumah joglo dengan campuran dinding beton dan papan.
Ada tiga makam di dalamnya. Sebuah makam besar yang ditutupi kain kelambu putih merupakan makam Pangeran Samudro dan ibunya. Dua makam di sampingnya adalah dua abdi setia sang pangeran. Sementara itu, di sebelah bangunan utama terdapat bangsal besar yang diperuntukkan bagi peziarah sekadar untuk istirahat.
175 Anak Tangga
Sekitar 300 meter dari kompleks makam, di kaki bukit sebelah Timur, terdapat Sendang Ontrowulan. Sendang ini merupakan mata air yang digunakan Ontrowulan untuk menyucikan diri agar bisa bertemu putranya. Mata air itu tak pernah kering meski pada musim kemarau panjang sekalipun. Bagi yang percaya, air di sendang itu bisa membuat awet muda.
Kawasan itu pun dilindungi oleh rimbunnya pohon nagasari yang menjulang tinggi. Menurut Mbok Rumirah, penduduk asli GK, usia pohon nagasari terbilang tua. Konon, pohon-pohon itu tumbuh dari kembang-kembang hiasan rambut yang terlepas dari kepala Ontrowulan usai dia melakukan penyucian diri.
Kalau datangnya melewati pintu gerbang depan, Anda harus menaiki 175 anak tangga sebelum sampai ke makam. Namun, bila memutar lewat pintu belakang, yaitu melewati Sendang Ontrowulan, Anda harus melewati jalan berbatu yang mendaki sejauh sekitar satu km.
Aktivitas jalan kaki itu membuat jantung Anda berdenyut kencang sebelum sampai ke makam.

Malam Jumat Pon
Sampai di teras makam, Anda akan diterima seorang kuncen (juru kunci) yang duduk di dekat perapian. Bau kemenyan merebak di sana. Setelah menyampaikan niat, sang kuncen akan mendoakan Anda dengan mantra yang tak jelas terdengar.
Setelah itu, Anda diminta untuk masuk ke dalam bangunan utama. "Anda bisa menyampaikan semua niat dan keinginan. Asal dengan sungguh-sungguh, niscaya segala keinginan akan terkabul," kata Hasto (51 tahun), kuncen generasi kedelapan yang telah bekerja sejak tahun 1987 itu.
Menurutnya, pada setiap malam Jumat Pon jumlah pengunjung membludak, mencapai ribuan orang. Puncak ziarah, katanya, terjadi pada malam Jumat Pon atau Jumat Kliwon di bulan Suro atau Muharam.
Pada malam itu biasanya peziarah mencapai belasan ribu orang. Masih kata Hasto, justru banyak pengunjung asal Jawa Barat yang datang ke tempat ini. Memang objek ini terkenal karena terdapat seribu mimpi indah yang bisa diraih di sana.
Makam Pangeran Samudro diyakini memiliki tuah yang bisa mendatangkan berkah bagi mereka yang memohon dengan sungguh-sungguh. Sebut saja ingin sukses berdagang, mudah jodoh, atau karier cepat menanjak.
Sayangnya, objek ini tercemar oleh mitos-mitos sesat. Misalnya, niat seseorang akan terpenuhi asal dia harus berhubungan seks dengan laki-laki atau perempuan yang bukan suami atau istrinya. Padahal, tidak ada dasar cukup kuat untuk membenarkan mitos ini. Hasto, sang kuncen, juga tidak pernah tahu dari mana mitos itu berasal.
Karena itu, kini pada hitungan 150 anak tangga menuju makam, Dinas Pariwisata Kabupaten Sragen memasang pengumuman melarang perbuatan asusila. Namun, begitulah seks, selalu mempunyai daya magnetis yang kuat. Apalagi banyak orang yang percaya akan kebenaran mitos di atas.
Terlepas dari itu, bila kita ingin menikmati pemandangan Bukit Kemukus dan sedikit berolahraga dengan menaiki anak tangga kemudian berziarah, niscaya Anda akan mendapatkan kepuasan jasmani dan rohani. Bila Anda kemalaman, tak usah khawatir, di sekitar bukit, ratusan rumah penduduk menyediakan jasa penginapan.

Legenda Gunung Kemukus
Pangeran Samudro adalah salah seorang putra raja Majapahit terakhir dari ibu selir Ontrowulan. Ada juga yang mengatakan bahwa Ontrowulan adalah ibu tiri pangeran. Kemudian keduanya jatuh cinta, bak legenda Sangkuriang.
Ketika Majapahit runtuh, Pangeran Samudro tidak ikut melarikan diri seperti saudara-saudaranya. Ia lalu diboyong ke Demak dan belajar agama Islam pada Sunan Kalijaga. Setelah dirasa cukup ilmunya, Pangeran Samudro diutus untuk berguru kepada Kiai Ageng Gugur di daerah Gunung Lawu.
Di sini ia juga menyelesaikan pendidikannya dengan baik. Tiba saatnya ia pulang kembali ke Demak. Dalam perjalanan pulang, ia didampingi dua orang abdinya dan selalu menyebarkan agama Islam di setiap tempat yang disinggahinya.
Dalam perjalanan pulang itulah Pangeran Samudro jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia. Jasadnya di makamkan di sebuah bukit. Di atas bukit itulah selalu tampak kabut hitam bagai asap (kukus) pada setiap musim kemarau maupun penghujan. Karena itulah bukit itu disebut Gunung Kemukus. Nama itu bertahan hinga kini.
Mendengar kabar kematian putranya, Ontrowulan memutuskan untuk mengunjunginya. Di sana Ontrowulan merebahkan diri di pusara makam. Dalam dialog secara gaib, pangeran berpesan pada ibunya. Kalau ingin bertemu dengannya, Ontrowulan terlebih dahulu harus menyucikan diri di sebuah sendang. Sendang itu kini terkenal dengan nama Sendang Ontrowulan.
Usai menyucikan diri, tubuh Ontrowulan menghilang. Sementara dari geraian rambutnya, jatuhlah bunga-bunga penghias rambut. Dari bunga itulah tumbuh pohon nagasari hingga kini. (Hendra Priantono/SENIOR)

Sumber : Kompas

Enhanced by Zemanta

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Buang Sial di Goa Siluman Banguntapan



BUKAN mau merubah takdir, namun di Yogyakarta ada sebuah tempat yang dipercaya manjur untuk dijadikan sarana guna membuang kesialan yang mendera hidup seseorang. Salah satu tempat keramat dan cukup terkenal ini terdapat di Desa Wonocatur, Banguntapan, Bantul, Yogyakarta, warga sering menyebutnya dengan nama Goa Siluman.
Tak ada yang bisa mamastikan kapan dan siapa yang menamai demikian, bahkan Harno (81) sang juru kunci sekalipun juga tidak mengetahui tentangnya. “Nama demikian memang sudah ada sejak dulu,” kata juru kunci ini kepada KRjogja.com.
Tak jauh perjalanan untuk bisa menjumpai goa ini. Hanya berjarak sekitar 15 km ke arah timur kota Yogyakarta atau dari pusat kota akan memakan waktu kurang lebih 20 menit saja. Tempat dimana Goa Siluman berada, sebenarnya sudah merupakan kawasan yang cukup ramai baik penduduk ataupun aktifitas lalu lintas lainnya, namun itupun belum bisa menyamarkan aura magis yang terpancarkan dari tempat wingit yang satu ini.
Goa Siluman merupakan sebuah petilasan atau semacam situs bersejarah yang berupa tempat pemandian gaya kerajaan Jawa jaman dahulu. Bentuk bangunannya unik, berada sekitar 4 meter di bawah permukaan tanah. Bentuknya yang terpendam, maka kemudian ada pula yang menyebutnya sebagai Benteng Pendem yang artinya sebuah benteng yang terpendam.
Bangunan ini sudah tidak utuh lagi, telah habis dimakan jaman. Bagian dalam Goa Siluman terdiri dari lorong-lorong pengab yang sudah banyak ditumbuhi oleh lumut. Tak begitu luas memang areal Goa Siluman berdiri, hanya sekitar 100 x 200 m saja. Di dalam Goa Siluman terdapat mata air yang sejak dahulu sampai sekarang terus mengalir dan dipercaya memiliki kekuatan lain dibaliknya.

Markas Siluman
Gambaran tempat ini kini, jangan disamakan dengan jaman dahulunya. Ketika dulu, tempat ini adalah sebuah tempat yang megah nan mewah dan penuh dengan pesona feminisme atau kesan kewanitaan, amat sangat jauh dari kesan angker seperti sekarang ini yang terjadi.
Menilik tentang Goa Siluman, sebenarnya tempat ini dahulunya merupakan sebuah calon tempat yang digunakan untuk pemandian para putri-putri serta selir Kerajaan Mataram, yang sekarang bernama Kraton Yogyakarta tersebut. Dikatakan calon, karena dari semenjak didirikan sampai sekarang, belum pernah sekalipun tempat ini difungsikan, alias belum ada sekalipun seorang putri kraton atau selir muda nan cantik yang siram dan mandi di tempat ini.
Menurut sang juru kunci, hal ini terkait erat dengan adanya perjanjian Giyanti, yaitu suatu perjanjian yang memaksa Keraton Yogyakarta harus berpindah-pindah tempat. Dari dari kawasan Kota Gede kemudian ke Plered, kemudian ke Ambarketawang, yang semuanya berada di kawasan Bantul. Sampai yang terakhir kalinya sampailah di tempat menetapnya yang terakhir, yaitu tempat dimana sekarang Kraton Yogyakarta megah berdiri, yaitu tepat di jantung kota Yogyakarta.
Ceritanya, Danang Sutowijoyo alias Panembahan Senopati, pendiri Kerajaan Mataram, mendirikan kerajaannya di kawasan Kota Gede. Tak berselang lama, setelah perebutan kekuasaan dengan sesama kerabat Kraton sendiri, akhirnya terbitlah perjanjian Giyanti. Karena perjanjian Giyanti, akhirnya memaksa Kraton Mataram harus angkat kaki dari Kota Gede. “Harusnya wahyu untuk keraton itu, jatuh di kawasan Wonocatur ini,” kata Harno.
Raja yang menjabat kala itu, lanjut Harno, mendapat wangsit atau bisikan batin untuk memindahkan kerajaan dari Kota Gede ke kawsan Wonocatur. Persiapan pun telah dilakukan, termasuk salah satunya yang pertama didirikan adalah pemandian yang mewah untuk para putri serta selir-selir istana, yang kini menjadi Goa Siliman tersebut.
Belum sampai rampung semuanya, kemudian muncul wangsit lainnya. Ternyata kerajaan tidak jadi didirikan di Wonocatur, wangsit kemudian mengharuskan sang raja untuk memindah kerajaan ke Plered. Kawasan Wonocatur yang diimpi-impikan menjadi sebuah istana megah lalu musnahlah sudah.
Banyak kalangan yang kecewa dengan keputusan raja kala itu, termasuk juga gaib-gaib yang selama ini kuat mengabdi kepada Kraton Mataram. Seperti sudah bukan rahasia lagi, kerajaan Jawa pada umumnya, selain memiliki pasukan tempur yaitu manusia, selain itu pun juga memiliki armada tempur yang berupa gaib pula.
Konon, tak sedikit kemudian para gaib yang desersi alias mangkir dari tugasnya, kemudian memilih tempat pemandian yang belum selesai digarap tersebut sebagai markas mereka. Mereka berkumpul menjadi satu dan menjadikan petilasan yang tidak jadi difungsikan tersebut sebagai markasnya. “Tempat itu memang gawat sekali, tidak ada orang yang berani main-main dengan tempat tersebut,” jelas juru kunci yang sudah 30 tahun merawat Goa Siluman ini.

Tempat Buang Sial
Dibalik segudang misteri dan keangkeran di Goa Siluman tersebut, ternyata Goa Siluman juga dipercaya mamiliki keampuhan lainnya yang terkandung di dalamnya. “Goa Siluman ini dipercaya mampu untuk membuang sial,” ujar Harno.
Yang dimaksud buang sial disini adalah meruwat atau berusaha merubah nasib seseorang dari sebelumnya menjadi lebih baik lagi. Misal ada yang sepanjang hidupnya selalu sial, dililit hutang, sulit jodoh, sulit pekerjaan, dan segala problematika kehidupan ini dapat ditempuh solusinya di Goa Siluman ini.
Bagi mereka yang selama ini mempercayai, dengan bersemedi dan menenangkan pikiran di Goa Siluman, sial yang mendera dalam hidup itu dipercaya perlahan-lahan akan sirna dengan sendirinya. “Manusia hanya berusaha saja di Goa Siluman ini, tetap Tuhan yang menentukan,” kata Harno.
Dijelaskan Harno, ritual penyucian kehidupan guna membuang sial tersebut dilakukan seyogyanya pada malam Selasa atau Jumat Kliwon, karena pada hari itulah hari yang diyakini sebagai hari berkumpulnya para gaib. Dengan bersama dirinya, ritual dilakukan di dalam Goa Siluman tersebut, tepatnya dibagian lorong sisi sebelah timur, tepatnya di kolam mata air abadi yang terdapat di dalamnya.
Disertai dengan pembakaran dupa dan kemenyan dan menaburkan kembang setaman seperti kembang mawar dan melati di kolam mata air tersebut, kemudian ritual pun dimulai. “Setelah itu dilakukanlah meditasi dengan cara berendam dengan posisi badan dan muka menghadap ke arah utaram,” tambahnya.
Dengan berendam dan meditasinya, para pemohon berdoa serta memohon agar keruwetan yang selalu dilami hampir disepanjang hidupnya tersebut dapat segera berakhir. Berendam di mata air keramat tersebut dimaksudkan agar dapat membilas dan menyingkirkan segala sial yang selalu menempel di badan. Jadi, air mujarab yang berada di Goa Siluman tersebut digunakan untuk menyingkirkan aura-aura negatif yang melekat pada tubuh si pemohon.
Setelah dirasa seluruh bagian badan sudah bersih tersapu oleh mata air di Goa Siluman tersebut, kemudian pemohon dapat segera beranjak. Meditasi dan perenungan berikutnya dapat dilakukan di bibir kolam atau dapat pula tidur di sekitar bibir kolam tersebut.
Seperti dikatakan Harno, dalam tidurnya para pemohon, jika proses ritual pembuangan sial tersebut diterima dan dikabulkan, maka si pemohon akan menjumpai Gusti Ratu Sekar Ayu Pandan Sari dalam mimpinya. Namun jika permintaan belum dikabulkan, maka si pemohon tidak akan mimpi didatangi oleh sang penunggu Goa Siluman tersebut.
Setelah permintaan terkabulkan, maka si pemohon dipastikan sudah dijauhkan dari aura kesialan yang selalu mengikuti sepanjang kehidupannya. “Jika sudah seperti itu, maka permohonan telah diterima, dan kita dapat memulai kembali hidup kita yang baru lagi,” kata Harno. (Ivan Aditya)

Sumber: Krjogja.com
Enhanced by Zemanta

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Mengadopsi Thuyul Dari Alas Kucur Bayat Klaten



ALAS Kucur bagi warga Klaten memang dikenal sebagai hutan yang angkernya sudah kelewatan. Bahkan hutan yang masuk wilayah Paseban, Bayat, Klaten, Jawa Tengah ini wingitnya tak kalah dengan Alas Ketonggo di Jawa Timur yang konon tempatnya dedemit-dedemit wilayah timur berkumpul.
Alas Kucur merupakan hutan berupa perbukitan. Di dalam hutan ini terdapat sebuah sendang atau mata air yang bernama Sendang Kucur. Cerita para orang-orang tua dahulu, sendang inilah yang menjadi pusar atau titik tengahnya Alas Kucur.
Konon Sendang Kucur terbentuk dari sebuah peristiwa magis yang dilakukan oleh seorang tokoh sakti mandra guna asal Klaten bernama Ki Ageng Pandanaran yang hidup pada masa para wali, ratusan tahun yang lalu. Pada suatu hari Ki Ageng Pandanaran tengah mengembara bersama istrinya yang bernama Nyai Kali Wungu.
Tibalah suami istri ini pada sebuah hutan labat tak berpenghuni. Mendadak sang istri merasa haus dan segera ingin minum untuk menghilangkan dahaga. Setelah mencari-cari sumber mata air, namun Ki Ageng Pandanaran tak menemukannya.
Dengan kesaktiannya Ki Angeng Pandanaran lantas menggoreskan kuku tajamnya di tanah. Goresan kuku dari pengembara sakti ini kamudian memancarkan air dari dalam tanah. Makin lama air yang menyembur kian banyak dan akhirnya membentuk sebuah genangan yang kemudian airnya dipergunakan untuk minum sang istri.
Nama Alas Kucur pun akhirnya diambil dari peristiwa magis tersebut. Kata Kucur jika dipisahkan akan membentuk kelompok kata yakni Ku dari kata kuku dan dari Cur yaitu mancur. Maka jika diterjemahkan berarti sebagai sebuah pancaran mata air yang dihasilkan dari goresan sebuah kuku.
Ki Ageng Pandanaran lantas berpesan kepada Nyai Kali Wungu jika kelak suatu saat Sendang Kucur di hutan ini akan menjadi tempat berkumpulnya makhluk-makhluk gaib yang ada di tanah Jawa Tengah. Makhluk gaib di Alas Kucul baru boleh diambil jika manusia telah memenuhi seluruh permukaan bumi ini.
Sepasang Thuyul Banyak Dicari
Mbah Jo sesepuh warga sekitar mengkisahkan, dari sekian lelembut yang mendiami Sendang Kucur, thuyul merupakan makhluk halus paling banyak di sana. Thuyul dari Alas Kucur ini selalu datang berpasang-pasangan, artinya siapapun orangnya yang menginginkan thuyul made in Alas Kucur ini nantinya akan mendapatkan dua thuyul sekaligus, yaitu thuyul laki-laki dan perempuan. “Kalau tidak satu pasang, maka thuyul tersebut tidak akan mau diambil,” kata Mbah Jo.
Untuk mendapatkan demit cilik ini, tidaklah sulit prosesnya. Siapapun bisa mendapatkan, hanya permasalahannya berani atau tidak memasuki hutan ini dan melakukan ritual di Sendang Kucur.
Setiba di mata air itu, peritual harus melakukan ritual pengambilan thuyul Alas Kucur dengan membakar dupa. “Ritual tersebut cukup lama, itu juga tergantung dari thuyulnya itu sendiri. Seperti anak-anak, ada yang bendel dan ada yang penurut. Kalau thuyulnya tidak bandel, ya prosenya bisa cepat, tapi kalau thuyulnya bandel bisa lama, sekitar 3 sampai 5 jam,” ungkapnya.
Yang tak boleh dilupakan, peritual harus pula membawa dua buah kendi atau tampat penyimpanan air jaman dahulu yang terbuat dari tanah liat. Kendi inilah nantinya yang akan digunakan sebagai tempat memboyong sepasang thuyul tersebut ke rumah.
Jika si thuyul bermiat diadopsi peritual, maka lelembut yang gemar mencuri uang ini akan menampakan dirinya dan memasuki kendi penyimpanan sementara tersebut. “Jadi, begitu thuyul sudah berada dalam kendi, maka orang tersebut harus langsung menututpnya dan segera pulang ke rumah, tidak boleh mampir-mampir. Jika nanti mampir, maka thuyul tersebut akan hilang dengan sendirinya,” ungkapnya.
Sesampainya di rumah, orang tersebut juga harus melakukan serangkaian ritual lagi untuk mengeluarkan kedua thuyul dari dalam kendi penyimpan tadi. Pada prosesi ini, si calon pemilik thuyul harus menyiapkan kembang setaman, jeroan ayam, daun pisang raja, mangkok kecil berisi air yang ditaburi kembang setaman dan menyalakan lampu minyak.
Setelah syarat dilengkapi, sekitar petang hari sepasang thuyul ini akan keluar dari kendi. Orang yang ingin memiliki pesugihan berupa thuyul ini pun, nantinya juga harus menyediakan ruangan khusus untuk menyimpan thuyul-thuyul di rumahnya. Di dalam ruang tersebut harus berisi kursi dari bambu yang panjangnya sekitar 0,5 meter, dua buah tikar kecil, dua buah bantal kecil. Ini semua dilakukan untuk memanjakan thuyul-thuyul tersebut.
“Membukanya tutup kendi harus tepat jam enam sore, tidak boleh kurang atau lebih, karena pada jam tersebut adalah waktu pergantian antara siang dan malam. Saat-saat inilah saat yang disukai makhluk halus untuk berkumpul,” terangnya.

Pekerja Keras Yang Tunduk Pada Majikan
Pesugihan berupa thuyul dari Alas Kucur ini memang sudah dikenal banyak orang, lantaran kepatuhan dan kerjanya rajin kepada si majikan yang memilikinya. “Kalau thuyul dari Alas Kucur ini memang rajin-rajin, kalau tidak rajin dikembalikan saja,” kata kakek lima orang cucu ini.
Thuyul Alas Kucur ini perawakannya seperti anak kecil pada umumnya, berpakaian lengkap seperti anak-anak kecil lainnya. Yang laki-laki berambut kuncung sedangkan yang perempuan berambut panjang. Kulit tubuhnya putih bersih namun licin, seperti tak memiliki pori-pori kulit dengan tinggi badan sekitar 80 sampai 100 cm saja.
Kedua thuyul ini nantinya akan bekerja bahu membahu dan saling berbagi tugas. Hanya saja, kedua thuyul ini tidak bisa bekerja atas kemauannya sendiri, artinya si pemilik thuyul harus memerintahkan thuyul-thuyul tersebut untuk bekerja mencari uang. Hari ini operasi kerja di rumah ini dan hari besok di rumah itu, begitu seterusnya.
“Namun jangan khawatir, jika sudah bekerja, pasti pulang membawakan hasil, tidak pernah pulang dengan tangan hampa,” katanya.
Hasilnya pun juga berbeda, jika kebanyakan thuyul meletakkan hasil kerjanya dalam sebuah baskom atau lemari khusus, namun tidak demikian dengan thuyul Alas Kucur ini. Kedua thuyul rajin ini akan menyerahkan hasil kerjanya langsung ke tangan tuannya, layaknya seorang anak yang menyerahkan uang kepada orang tuanya.
Selain itu, thuyul dari Alas Kucur ini juga dikenal tidak merepotkan, suatu saat jika si pemilik sudah merasa cukup dan tidak akan mempergunakan jasa thuyul kembali, proses pengembaliannya pun tidak sulit, tanpa mamakai tumbal dan tak akan mewaris kepada anak cucu si pemilik tersebut. “Kalau sudah merasa cukup, datang saja kembali ke Alas Kucur. Setelah itu, si pemilik tersebut dapat hidup normal kembali seperti sedia kala,” pungkasnya. (Ivan Aditya)
umber : Krjogja.com
Enhanced by Zemanta

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Pintu Gaib Pangeran Diponegoro di Goa Selarong



SIAPA yang tak kenal dengan Pangeran Diponegoro, pejuang berkuda dari tanah Jawa dengan sorban putih dan senjata keris tersebut. Sejarah perjuangan Pangeran Diponegoro tidak bisa dilepaskan dengan keberadaan tempat keramat yang satu ini, yaitu Goa Selarong.
Pada masa perlawanan Diponegoro terhadap Belanda pada tahun 1825 sampai 1830, Goa Selarong merupakan kunci keberhasilan perjuangan Diponegoro dan pasukannya. Disamping untuk tempat persembunyian, tempat ini juga dijadikan sebagai markas untuk mengatur strategi guna mengusir kompeni dari tanah Jawa.
Letak wilayah Goa Selarong termasuk ke dalam wilayah Dusun Kembang Putihan, Kelurahan Guwosari, Kecamatan Pajangan, Bantul, Yogyakarta. Letaknya berada di selatan Kota Gudeg ini, kira-kira berjarak 30 km dari pusat kota atau jika menggunakan perjalanan darat akan memakan waktu sekitar 45 menit lamanya.
Kompleks Goa Selarong terletak di lokasi perbukutan kapur setinggi kurang lebih 35 m yang dipenuhi oleh pepohonan yang labat nan rindang. Letaknya sangatlah curam, kemiringan bisa sekitar 45 derajat. Untuk mencapainya, siapapun orangnya harus meniti ratusan anak tangga sejauh 400 m untuk bisa sampai ke tempat itu.
Goa Selarong ini berbentuk sempit dengan lebar kira-kira hanya 3 m dan tinggi yang tak lebih dari 2 m, sedangkan panjang ke dalamnya cuma sekitar 3 m saja. Tidak ada yang istimewa dari bentuk Goa Selarong ini. Orang Jawa menyebut goa jenis seperti ini dengan sebutan goa buntet alias buntu tidak tembus berlubang. Jadi, goa ini merupakan cekungan cadas biasa saja tanpa ada tembusannya ke dalam.
Dikatakan oleh Sarimin (75) kepada KRjogja.com, sang juru kunci kompleks Goa Selarong, secara kasat mata memang Goa Selarong tersebut adalah buntu, namun bagi Diponegoro dan para pengikutnya, Goa Selarong merupakan pintu gaib untuk masuk menuju ke dalam perut bukit kapur tersebut.
“Walaupun goa tersebut buntu, namun Pangeran Diponegoro dan pengawalnya bisa menembusnya hingga ke dalam, seolah bisa tinggal berada di dalam bukit tersebut. Jadi, Goa Selarong hanyalah sebagai pintu gaib masuknya saja dan goa yang sebenarnya masih berada jauh di dalamnya,” katanya.
Itulah sebabnya yang membuat mengapa Pangeran Diponegoro dan pasukan setianya akan sangat sulit ditangkap dan sama sekali tidak pernah tersentuh atau sekalipun terlihat oleh mata pasukan Belanda, jika sedang bersembunyi di Goa Selarong ini.
Walaupun pasukan Belanda telah sampai di kompleks tersebut, namun pasukan kompeni tetap saja tidak dapat melihat bahwa sebenarnya terdapat ratusan pasukan Diponegoro bersembunyi di dalam Goa Selarong. Pasukan kompeni hanya berputar-putar di lokasi dan hanya bisa melihat gunungan batu cadas yang tak berpenghuni.
Tak heran jika kemudian untuk memancing seorang Diponegoro agar mau keluar dari Goa Selarong, kompeni Belanda melalui Jendral De Kock harus melakukan politik adu domba dengan cara mengajak berunding Diponegoro di Magelang pada sekitar tahun 1830, untuk kemudian menangkap dan mengasingkannya ke Makasar, Sulawesi Selatan hingga akhir hayatnya di tahun 1855.
Keramatnya kompleks Goa Selarong dengan pintu goa gaibnya yang bernama Goa Selarong ini memang sudah tersohor bagi telinga masyarakat Jawa hingga saat ini. Kompleks ini pun terbilang wingit alias angker, pada malam-malam tertentu seperti malam Jumat Kliwon atau malam Selasa Kliwon, terkadang dari dalam perut Goa Selarong terdengar lantunan gending-gending Jawa yang sedang ditabuh. Ada suaranya, namun tidak ada wujudnya.
Konon diyakini, pada kedua hari tersebut para gaib sedang berkumpul di tempat-temat keramat, termasuk di Goa Selarong ini. Pada saat itulah, dari malam hari sampai subuh tebaran aroma seperti dupa dan kemenyan pasti sangat jelas menyeruak dari Goa Selarong ini.
Pun demikian, ada beberapa pantangan yang tidak boleh dilakukan di Goa Selarong ini, yaitu meminta pesugihan atau meminta nomor togel. “Hal itu yang sangat tidak disukai oleh gaib di Goa Selarong tersebut. Jika itu dilarang, pasti bencana akan menimpa siapa saja yang melanggarnya,” kata kakek 4 cucu ini.
Bencana tersebut bisa langsung terjadi di tempat itu juga, seperti misalnya terpeleset atau terjatuh dari tebing hingga berakibat kematian. Kalaupun tidak di tempat tersebut, dilain tempat bencana itu pasti akan menghampiri. “Kalau mau mencari pesugihan atau mencari nomor, jangan di tempat sini, mending mencari di tempat lain saja,” ingat Sarimin. (Ivan Aditya)
sumber : KRJOGJA
Enhanced by Zemanta

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS